Rabu, 09 Oktober 2013

Sekuntum Mawar Mekar di Angkasa


Ini dia, sebuah gambar cukup terkenal yang berhasil dipotret oleh teleskop Hubble pada tanggal 31 Oktober 1999. Para saintis menamainya cat’s eye nebula. Terkadang orang-orang astronomi menyebutnya dengan nama umumcosmic rose (mawar kosmik) karena bentuknya yang seperti mawar merah merekah.
Selama sekian puluh tahun penelitian astronomi, citra mawar kosmik telah banyak ditangkap satelit dan dijadikan obyek penelitian yang menarik oleh para Ilmuwan. Gambar-gambar serupa lainnya dapat dilihat di sini.
Tapi apa yang membuat gambar yang satu ini lebih populer di antara kita? Tentu saja karena ada sebagian orang yang menjadikan ini sebagai salahsatu bukti kemukjizatan Al Quran.
Dalam QS Ar Rahman terdapat sebuah ayat yang berbunyi:
فإذا انشقت السماء فكانت وردة كالدهان
Artinya: Maka apabila langit terbelah dan menjadi merah mawar seperti (kilapan) minyak. (QS55:37)
Sebagian orang menafsirkan bahwa langit merah mawar yang dimaksudkan dalam ayat tersebut adalah fenomena cat’s eye nebula seperti yang terdapat dalam foto ini. Berkembanglah kebanggaan akan validitas Al Quran karena kesesuaiannya dengan sains modern.
Tapi…. eits… tunggu dulu…

Kebetulan sekali pagi ini ketika searching-searching widget Islami untuk blog di Al Habib, saya menemukan sebuah artikel. Isinya adalah kritisi mengenai penafsiran tersebut. Dalam artikel ini disebutkan bahwa belum tentu yang dimaksud dengan langit yang terbelah dan menjadi merah mawar seperti kilapan minyak adalah fenomena cat’s eye nebula. Karena sesungguhnya cat’s eye nebula sendiri adalah bintang yang meledak. Bukannya langit yang terbelah. Dan warnanya pun belum tentu merah mawar. Warna merah mawar itu bisa saja adalah “cara Hubble mewarnai citra yang berhasil dipotretnya” untuk mengidentifikasi kandungan material yang ada di dalamnya (misalkan untuk pendaran atom oksigen diberi warna biru). Referensinya ada diberbagai blog yang di tulis sebagai catatan.
Menarik sekali. Selama ini kesesuaian Al Quran dengan Sains modern selalu menjadi topik yang sangat dibangga-banggakan. Sains dijadikan hujjah validitas Al Quran. Al Quran dianggap kitab yang paling benar lantaran kesesuaiannya dengan sains masa kini. Masih banyak contoh lainnya selain fenomena mawar kosmik (wardatan kaddihan) ini. Misalkan tentang teori penciptaan alam semesta (big bang) dan teori penciptaan manusia dari alaqah hingga menjadi manusia seutuhnya. Lalu bagaimana dengan mawar kosmik yang dianggap wardatan kaddihan ini? penafsiran ini bukannya justru membuat Al Quran terkesan menjadi kitab yang meragukan dan dijadikan bahan olok-olok oleh orang kafir?
Between two masters: Quran or Science???
Sains, telah menjadi agama baru dalam kehidupan masa kini. Salah-benar, valid atau tidaknya sesuatu, ditentukan oleh sains. Sesuatu dianggap benar dan valid apabila dia sesuai dengan fakta-fakta yang dikemukakan oleh sains. Sedangkan ia menjadi sesuatu yang palsu apabila bertentangan dengan sains. Tidak salah lagi, pengingkaran terhadap Tuhan banyak dipicu oleh pemujaan terhadap sains. Akhirnya apa yang dikemukakan dalam berbagai kitab suci dianggap bohong karena bertentangan dengan sains modern.
Bagaimana dengan Al Quran sendiri sebgai salah satu kitab suci yang dituntut untuk menjawab tantangan dari sains? Kabar baik bahwa dewasa ini Al Quran terlihat menjadi kitab yang dianggap paling mengagumkan dan penuh mukjizat lantaran banyaknya kesesuaian yang ditemukan alam ayat-ayatnya (setelah ditafsirkan) dengan sains modern. Orang-orang kemudian menjadikan sains sebagai hujjah atas kebenaran Al Quran. Sepintas terdengar hebat. Namun benarkah?
Sebagai seorang Muslim, harusnya kita sudah haqqul yaqin dengan validitas Al Quran, terlepas dari apakah ia sesuai dengan sains modern atau tidak.
ذلك الكتاب لا ريب فيه هدى للمتقين
Artinya: Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa (QS 2:2)
Al Quran bagi seorang Muslim merupakan kerangka pedoman mutlak,  valid, dan tidak perlu diragukan keabsahannya. Al Quran-lah yang digunakan sebagai standarisasi untuk menilai kebenaran sesuatu. Sesuatu dianggap benar atau salah itu tergantung kepada kesesuaiannya dengan Al Quran.
Lalu kenapa kita menjadikan sains sebagai tolak ukur untuk menguji kebenaran Al Quran? Padahal Sains itu adalah hasil penalaran manusia. Ia profan dan tidak mutlak, bisa berubah dan berkembang seiring dengan berkembangnya penelitian-penelitian dan kajian-kajian di dalamnya (bisa jadi teori relativitas Einstein terpatahkan oleh teori baru di masa depan, atau ditemukan sebuah kode basa nitrogen baru penyusun DNA selain G, C, A, dan T). Sedangkan Al Quran adalah wahyu dari Allah. Ia sakral dan mutlak. Idealnya, seharusnya “yang mutlak” itulah yang menjadi penguji kebenaran “yang tidak mutlak”. Tapi kita melakukan sebaliknya. Menjadikan sains sebagai penguji kebenaran Al Quran. Bukankah ini sama saja dengan menginjak-injak keagungan wahyu dari Allah dan membuatnya dikalahkan oleh sesuatu yang profan? Nyatalah ini merupakan suatu bentuk kekafiran berpikir yang tanpa kita sadari telah menjalar di setiap sel otak kita.
Lalu bagaimana sikap kita seharusnya terhadap sains? Apakah dengan demikian kita harus menolaknya mentah-mentah? Tentu saja tidak. Islam adalah ajaran yang mengajak manusia untuk mempelajari alam semesta. Firman Allah:
إن في خلق السماوات والأرض واختلاف الليل والنهار لآيات لأولي الألباب***الذين يذكرون الله قياما وقعودا وعلى جنوبهم ويتفكرون في خلق السماوات والأرض ربنا ما خلقت هذا باطلا سبحانك فقنا عذاب النار
Artinya: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka.(QS Ali Imran 190-191).
Islam tentu tidak menolak sains. Sains pun dapat dipergunakan untuk mengungkapkan rahasia alam semesta dan mengungkap tanda-tanda kebesaran Allah. Ia juga dapat menambah maslahat bagi umat manusia di dunia dan di akhirat. Namun kita tidak boleh menempatkan sains di atas Al Quran. Bagi seorang Muslim, Al Quran-lah yang menjadi hujjah dalam setiap pengetahuan. Sedangkan sains berada di bawahnya. Mitos mengenai netralitas dan ketakberpihakan sains yang selama ini diyakini dapat menampakkan kebenaran sebagaimana adanya, sebaiknya dibuang jauh-jauh. Sekarang sudah saatnya bagi para ilmuwan muslim untuk meredefinisikan sains secara Islami agar tidak kebablasan mendahulukan kebenaran sains di atas kebenaran Al Quran.
Mengenai fenomena mawar kosmik ini, terlepas dari apakah benar ini yang dimaksud dengan wardatan kaddihan dalam Al Quran atau bukan, biarlah kita tetap memahaminya sebagai ayat-ayat Qauniyah yang menjadi tanda-tanda kebesaran Allah Azza wa Jalla. Subhanallah…
Wallahu a’lam bis showab…
 
~kutip*

Tidak ada komentar: