Ini
dia, sebuah gambar cukup terkenal yang berhasil dipotret oleh teleskop
Hubble pada tanggal 31 Oktober 1999. Para saintis menamainya cat’s eye nebula. Terkadang orang-orang astronomi menyebutnya dengan nama umumcosmic rose (mawar kosmik) karena bentuknya yang seperti mawar merah merekah.
Selama
sekian puluh tahun penelitian astronomi, citra mawar kosmik telah
banyak ditangkap satelit dan dijadikan obyek penelitian yang menarik
oleh para Ilmuwan. Gambar-gambar serupa lainnya dapat dilihat di sini.
Tapi
apa yang membuat gambar yang satu ini lebih populer di antara kita?
Tentu saja karena ada sebagian orang yang menjadikan ini sebagai
salahsatu bukti kemukjizatan Al Quran.
Dalam QS Ar Rahman terdapat sebuah ayat yang berbunyi:
فإذا انشقت السماء فكانت وردة كالدهان
Artinya: Maka apabila langit terbelah dan menjadi merah mawar seperti (kilapan) minyak. (QS55:37)
Sebagian
orang menafsirkan bahwa langit merah mawar yang dimaksudkan dalam ayat
tersebut adalah fenomena cat’s eye nebula seperti yang terdapat dalam
foto ini. Berkembanglah kebanggaan akan validitas Al Quran karena
kesesuaiannya dengan sains modern.
Tapi…. eits… tunggu dulu…
Kebetulan sekali pagi ini ketika searching-searching widget Islami untuk blog di Al Habib, saya menemukan sebuah artikel.
Isinya adalah kritisi mengenai penafsiran tersebut. Dalam artikel ini
disebutkan bahwa belum tentu yang dimaksud dengan langit yang terbelah
dan menjadi merah mawar seperti kilapan minyak adalah fenomena cat’s eye
nebula. Karena sesungguhnya cat’s eye nebula sendiri adalah bintang
yang meledak. Bukannya langit yang terbelah. Dan warnanya pun belum
tentu merah mawar. Warna merah mawar itu bisa saja adalah “cara Hubble
mewarnai citra yang berhasil dipotretnya” untuk mengidentifikasi
kandungan material yang ada di dalamnya (misalkan untuk pendaran atom
oksigen diberi warna biru). Referensinya ada diberbagai blog yang di tulis sebagai catatan.
Menarik
sekali. Selama ini kesesuaian Al Quran dengan Sains modern selalu
menjadi topik yang sangat dibangga-banggakan. Sains dijadikan hujjah
validitas Al Quran. Al Quran dianggap kitab yang paling benar lantaran
kesesuaiannya dengan sains masa kini. Masih banyak contoh lainnya selain
fenomena mawar kosmik (wardatan kaddihan) ini. Misalkan tentang teori
penciptaan alam semesta (big bang) dan teori penciptaan manusia dari
alaqah hingga menjadi manusia seutuhnya. Lalu bagaimana dengan mawar
kosmik yang dianggap wardatan kaddihan ini? penafsiran ini bukannya
justru membuat Al Quran terkesan menjadi kitab yang meragukan dan
dijadikan bahan olok-olok oleh orang kafir?
Between two masters: Quran or Science???
Sains,
telah menjadi agama baru dalam kehidupan masa kini. Salah-benar, valid
atau tidaknya sesuatu, ditentukan oleh sains. Sesuatu dianggap benar dan
valid apabila dia sesuai dengan fakta-fakta yang dikemukakan oleh
sains. Sedangkan ia menjadi sesuatu yang palsu apabila bertentangan
dengan sains. Tidak salah lagi, pengingkaran terhadap Tuhan banyak
dipicu oleh pemujaan terhadap sains. Akhirnya apa yang dikemukakan dalam
berbagai kitab suci dianggap bohong karena bertentangan dengan sains
modern.
Bagaimana
dengan Al Quran sendiri sebgai salah satu kitab suci yang dituntut
untuk menjawab tantangan dari sains? Kabar baik bahwa dewasa ini Al
Quran terlihat menjadi kitab yang dianggap paling mengagumkan dan penuh
mukjizat lantaran banyaknya kesesuaian yang ditemukan alam ayat-ayatnya
(setelah ditafsirkan) dengan sains modern. Orang-orang kemudian
menjadikan sains sebagai hujjah atas kebenaran Al Quran. Sepintas
terdengar hebat. Namun benarkah?
Sebagai
seorang Muslim, harusnya kita sudah haqqul yaqin dengan validitas Al
Quran, terlepas dari apakah ia sesuai dengan sains modern atau tidak.
ذلك الكتاب لا ريب فيه هدى للمتقين
Artinya: Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa (QS 2:2)
Al
Quran bagi seorang Muslim merupakan kerangka pedoman mutlak, valid,
dan tidak perlu diragukan keabsahannya. Al Quran-lah yang digunakan
sebagai standarisasi untuk menilai kebenaran sesuatu. Sesuatu dianggap
benar atau salah itu tergantung kepada kesesuaiannya dengan Al Quran.
Lalu
kenapa kita menjadikan sains sebagai tolak ukur untuk menguji kebenaran
Al Quran? Padahal Sains itu adalah hasil penalaran manusia. Ia profan
dan tidak mutlak, bisa berubah dan berkembang seiring dengan
berkembangnya penelitian-penelitian dan kajian-kajian di dalamnya (bisa
jadi teori relativitas Einstein terpatahkan oleh teori baru di masa
depan, atau ditemukan sebuah kode basa nitrogen baru penyusun DNA selain
G, C, A, dan T). Sedangkan Al Quran adalah wahyu dari Allah. Ia sakral
dan mutlak. Idealnya, seharusnya “yang mutlak” itulah yang menjadi
penguji kebenaran “yang tidak mutlak”. Tapi kita melakukan sebaliknya.
Menjadikan sains sebagai penguji kebenaran Al Quran. Bukankah ini sama
saja dengan menginjak-injak keagungan wahyu dari Allah dan membuatnya
dikalahkan oleh sesuatu yang profan? Nyatalah ini merupakan suatu bentuk
kekafiran berpikir yang tanpa kita sadari telah menjalar di setiap sel
otak kita.
Lalu
bagaimana sikap kita seharusnya terhadap sains? Apakah dengan demikian
kita harus menolaknya mentah-mentah? Tentu saja tidak. Islam adalah
ajaran yang mengajak manusia untuk mempelajari alam semesta. Firman
Allah:
إن
في خلق السماوات والأرض واختلاف الليل والنهار لآيات لأولي
الألباب***الذين يذكرون الله قياما وقعودا وعلى جنوبهم ويتفكرون في خلق
السماوات والأرض ربنا ما خلقت هذا باطلا سبحانك فقنا عذاب النار
Artinya: Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-orang
yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi
(seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan
sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka.(QS
Ali Imran 190-191).
Islam
tentu tidak menolak sains. Sains pun dapat dipergunakan untuk
mengungkapkan rahasia alam semesta dan mengungkap tanda-tanda kebesaran
Allah. Ia juga dapat menambah maslahat bagi umat manusia di dunia dan di
akhirat. Namun kita tidak boleh menempatkan sains di atas Al Quran.
Bagi seorang Muslim, Al Quran-lah yang menjadi hujjah dalam setiap
pengetahuan. Sedangkan sains berada di bawahnya. Mitos mengenai
netralitas dan ketakberpihakan sains yang selama ini diyakini dapat
menampakkan kebenaran sebagaimana adanya, sebaiknya dibuang jauh-jauh.
Sekarang sudah saatnya bagi para ilmuwan muslim untuk meredefinisikan
sains secara Islami agar tidak kebablasan mendahulukan kebenaran sains
di atas kebenaran Al Quran.
Mengenai
fenomena mawar kosmik ini, terlepas dari apakah benar ini yang dimaksud
dengan wardatan kaddihan dalam Al Quran atau bukan, biarlah kita tetap
memahaminya sebagai ayat-ayat Qauniyah yang menjadi tanda-tanda
kebesaran Allah Azza wa Jalla. Subhanallah…
Wallahu a’lam bis showab…
~kutip*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar