Aku butiran air dibibir daun
memetik larik dalam penantian pelangi
silih berganti gerimis jatuh mencumbu ranting
sesekali menetes di atas air keruh tlah jemu
rayuan awan mematikan rembulan
satu persatu warna mulai menari hitam putih
di antara sajak-sajak yang tak terbaca lagi
ku coba berdamai dengan hujan
ku biarkan angin membawa luka ku
biarkan rintik ini yang berkisah padaku
maka tak usah bila kita
menarik benang merah pada kata rindu
katakan saja pada gerimis yang selalu ingin
diajak berbicara, saat kita tak lagi sama menulis
cerita
kini nyanyian ku tlah menyatu dengan tanah
di iringi derai hujan yang ikut berdendang
Apakah aku hujan? Atau sekadar embun di ujung malam?
Pelangi bisa tahu apa bentukku yang sejati.
Dan aku bahagia, karena bisa meremah hujan saat jemari
berjauhan
hujan
malam ini begitu tenangnya,
bahkan
aku tak bisa mengeja bahasanya,
rintik
nya serupa penantianku,
sedangkan
gemericiknya seirima dengan syair ku,
wahai malam yang menua,
wahai malam yang menua,
haruskah
aku sampai padanya dengan tergesa-gesa?
jangan
berlalu, tinggalah dan lanjut berlagu
sebab
tarian kita sedang bertalu
aku
mulai piawai menari bersama hujan malam itu.