Senin, 02 Maret 2015

Sebuah Prolog

Ku kirim surat picisan, sekedar menadahkan ucapan kepadamu
Izinkan sekapur sirihku mampir di altar istanamu
Pada ruang yang selalu riuh oleh celoteh para prajurit itu
Meski dalam kejauhan

Izinkan salamku menyambangimu menuai rindu
Memantik nada – nada sederhana menjamah usiamu

Ku rapalkan pinta yang tersudut pada sepinya malamku
Hening wicaraku, meringkuk dalam – dalam wirid memohon kebajikan ‘tuk mu
Berdendang rumi, kembali waktu mempertemukan kita dalam cinta yang padu

Hingga Aku kembali bersua, pada ujung ingatanku mengenangmu
Pada rumah ke dua pelarian anak – anak aksaraku
Dari bayi, toh kebajikan kau cekoki kami dalam belaian

Aku yang bagai daun tak bertangkai, kau punguti lalu ajari arti kehidupan
Hingga lahir kembali dari kandungan ibu ke dua yang maha baik pula
Aahh! Aku kian melankolis saja untuk mengisahkanmu.

Pada pilar ke - 5 penyokongmu hari ini
Terlantar pada samudra pengasinganku,
Izinkanlah sebuah prolog usang ini
Bertandang di tanah tua mu
Semoga berkenan,
Satu aminku atas segala pengharapan untukmu.

Makassar, 1 Maret 2015