pelik mencekam nalarku
kala setitik embun mendidih
apa yang tengah menjamahmu?
hingga hati rela kau tebas jua
..~,~..
ada kasih terangkai dalam pedati
berbaut sanak hingga ke negeri seberang
ialah sepasang api cinta manik hijau
terbuai kecupan dermaga fana
hingga di penghujung subuh
terkapar paras bermuram durja
tentang tabir mawar penipu senja
kisah sendu dan ilusi menggodanya menari
aahh! isaknya pecah ditelingamu
maka terkutuklah ia dihadapan sang ibu
mimpi manis yang sakau,
dan malam kian pupus di ujung ratapnya
"tertuntunlah pada bisik hati kecilmu". desahmu
entah kantuk mulai menjejali matamu
atau wiridmu yang tak ingin salah mengantarnya
bukanlah kisanak dermawan petuah
hanyalah repihan iba dalam benak
untuk kau bagi, hangatkan kisah dinginnya
jika tak ada aral gendala,
olehnya satu terjal di tapaki
kemana segumpal sayang ia semayamkan
jikalau belatih tlah bermata dua, di sisa tegarnya.
"Wanita; kodratnya menunggu. Dalam diamnya menyulam kata, doanya menjelma kunang dalam remang malam dan ketahuilah, tak akan berhenti lupanya mengenangmu. Meski perih, coretan tentangmu takkan menumui titik"
Senin, 17 Februari 2014
Jumat, 14 Februari 2014
tanpa Suara
hening, renyah kelakar mereka
lampu kerlap menyeringai
ada rasa ranum ditepi titian temu
~,.~
bibir bunga terkatup manja
saat semar senyum terkulum
dingin berbui sia - sia
sedang lajur sampan tak tahu arah
bermuara di dermaga amarah
ranum adegan kita bergaya khas dinasti kuno
lalu apa daya gelagat terkepak depan penonton
jikalau tak setitik lilin pedarkan cahaya
hingga tirai tak mampu tepiskan, cerita berganti alur. desahku
maafkan aku, yang menaruh bara di belanga tuamu
menyeruit benang merah pada kain dua warna
dan menampik tatap, menengadah akan harapan
ialah maksud yang urung terlisankan.
selepas nirwana bersua cinta
kau hantarkan dingin malam pada kegamanganku
maaf, ada hujan dikeningku dan amarah di rautmu.
jika salahku, hakimilah daku!
lampu kerlap menyeringai
ada rasa ranum ditepi titian temu
~,.~
bibir bunga terkatup manja
saat semar senyum terkulum
dingin berbui sia - sia
sedang lajur sampan tak tahu arah
bermuara di dermaga amarah
ranum adegan kita bergaya khas dinasti kuno
lalu apa daya gelagat terkepak depan penonton
jikalau tak setitik lilin pedarkan cahaya
hingga tirai tak mampu tepiskan, cerita berganti alur. desahku
maafkan aku, yang menaruh bara di belanga tuamu
menyeruit benang merah pada kain dua warna
dan menampik tatap, menengadah akan harapan
ialah maksud yang urung terlisankan.
selepas nirwana bersua cinta
kau hantarkan dingin malam pada kegamanganku
maaf, ada hujan dikeningku dan amarah di rautmu.
jika salahku, hakimilah daku!
Selasa, 04 Februari 2014
setangguh dia~Ibuku
bukan lilin terkapar di meja bundar
peluhmu sekatkan ingatan
dipenghujung hari kami ingat
anak sang fajar lahir beberapa tahun silam
~:*:*:*:*~
kala senja menimangmu erat dalam peluknya
dibuai nyanyian ombak nestapa diujung gelisa
rautmu manis, lantunkan kisah
mengurai sejarah berderet cerita
disimpang jalan raya tentang hujan
yang menjemputmu bertemu pelangi
wanita..
saat angin membelai ranum senyummu
dibalik kerudung muslimah
daun gugur seraya berucap ribu doa untukmu
sedang penghuni malam berdawai indah
ikut berdendang dengan gesekan biola tuamu
kau wanita..
ditungku kayu kau menanak bahagia
lalu pada raga kelaparan kau membaginya
sedang di cawanmu kau tadah kesejukan
yang kau basuh kala amarah mencekam
kasih kau urai dibenang keteduhan hati
rintik air mata terbalut keikhlasan nurani
waktu tlah mengubah parasmu.
ringkik bahu mulai samar
termakan perjuangan menentang dunia
tentang puji yang terlupaserta tingkah yang kerap meronta
sebait kata "maaf dan terima kasihku"
setulus dan semampu hela nafas
sebagai bingkis ku hari ini
meski tak berpita indah
lantun doaku tak kering dipadang hati mu
Senin, 03 Februari 2014
Orang pinggiran
Hanya jerami sisa tertinggal
Serta rintik hujan berjejal
Ini bukan benalu, segera ku sulam agar tak jadi abu
****
Kemarin kusimpan recehan disaku celana usangku
Kubagi pada setiap kantong
Lalu yang sobek ku biarkan mengaga
Tak usah ku tambal,
cukup celoteh saku-saku ini aku tindih
Sebab kemana bayangku berlabu,
mereka mendayu sendu selalu
Bertopi reot ku menunduk pada hari
Seraya berlindung pada dahan pohon masih sungkan
Di seberang sungai yang enggan mengering
Air yang mengalir keras, seperti ritme darahku
Tak ubah anjing ganas
melahap makanan yang lepas dari kerongkonganku
****
Jika sampan enggan berlabu
Gulunglah layar menetipi ke hulu
Nampaknya jaring kita sudah layu untuk mekar
Pulanglah berselimut haru, jika itu yang tersisa
Tunggu saja waktu melumat kita
Minggu, 02 Februari 2014
Ya! Malam Selalu Dingin
Aku menggila
pada ombak yang menghempas
mendekati kaki ku subuh tadi
***
romansa ranum bunga seroja
siur awan mendayuh nirwana
bintang bersekat binar hanya gugusannya
gelombang tak berirama, angin mencumbu daun
pekik burung malam sobek lamunan
waktu kian larut, malam makin dingin
pasir bibir pantai pun mulai beranjak
paras mu mulai merasuk penuh ilusi
tak ku bantah ranting meraba tanah
jejak berburu pasang dan rintih bersaut - saut
celoteh sekedar basah, sambung di seberang sana
tentang alasan menyeruit tanya
serta terkaan masa nanti, tempatnya bermuara?
aahh! dingin menciduk disela malam
saat suara serak menggumam
maaf, tentangmu terkuak lagi
dalam coretan malam ini
pada ombak yang menghempas
mendekati kaki ku subuh tadi
***
romansa ranum bunga seroja
siur awan mendayuh nirwana
bintang bersekat binar hanya gugusannya
gelombang tak berirama, angin mencumbu daun
pekik burung malam sobek lamunan
waktu kian larut, malam makin dingin
pasir bibir pantai pun mulai beranjak
paras mu mulai merasuk penuh ilusi
tak ku bantah ranting meraba tanah
jejak berburu pasang dan rintih bersaut - saut
celoteh sekedar basah, sambung di seberang sana
tentang alasan menyeruit tanya
serta terkaan masa nanti, tempatnya bermuara?
aahh! dingin menciduk disela malam
saat suara serak menggumam
maaf, tentangmu terkuak lagi
dalam coretan malam ini
Langganan:
Postingan (Atom)