Bismillahi
Rahmanirahim, ku hela nafas untuk kesekian kalinya
Dengan
bayang - bayang yang masih itu - itu saja, dejavu kah ini? atau otak-ku memang
yang telah terprogram hanya memikirkan hal – hal sebatas itu saja? Ah!
Sepertinya aku kian terlalu bodoh untuk memikirkan akan hal itu. Lalu?
Seseorang; siapa pun tolong jelaskan
semuanya..
Kita
manusia, secara nyata baik buruknya memang selalu di rundung bayang – bayang,
yah bukankah kita memang memiliki bayangan masing – masing? Semisal saaat kita
berdiri di tengah terik mentari sosok hitam menyerupai kita selalu ada berdiri
kokoh di sisi lain diri kita juga mengarah ke matahari, entah itu efek sinar
mentari ataukan memang seperti itu. Lantas apakah risih jika bayang itu laksana
hantu yang selalu mebuntuti kita, meski tak sering kita memikirkannya karna aku
pun merasa itu tak penting.
Hingga
bayangan lain kerap hadir di beberapa sesi hari – hari kita. Yah kita, bukan
cuma aku; ku rasa begitu. Bayangan seperti apa yang ku maksud? Nah, itulah
letak keganjilannya. Di satu sisi kita memang memiliki bayangan lain, terlepas
dari bayangan diri kita sendiri. Lalu di lain sisi kita kerap berbeda dalam
menjelmakan bayangan itu (banyangan ke-2), mari ku kisahkan sepenggal tentang
bayangan milikku, yang kurasa sebahagian dari kalian juga memiliki konsep
banyangan yang sama hanya saja rupa yang membedakan..
Bayanganku
ada di sisi lain diriku, nampak jelas saat sinar mentari menyorotnya, bukankah
begitu? Yah kita sudah mengiyakan akan itu. Lalu bayang – bayang yang lain juga
tak kalah hebatnya, ia mampu menjelma apa saja dan hinggap di apapun itu
semisal pada “fikiran dan hati”. Aku manamakannya bayang – bayang sebab kapan
pun itu, hanya itu yang kerap terlintas, ia seakan tersimpan rapi dalam kotak
mati ingatanku juga terselip di beberapa lembaran kisah kasih rasaku. Meski ia
tak banyak hanya dalam satu rupa namun dia selalu datang dengan beraneka
wujud. Lalu tepatnya ini apa? Entahlah,
tak banyak alasan untuk menjelaskannya. Aku saja tak punya banyak alasan untuk
itu, kecuali ribuan tanya dan hanya bisa menikmatinya. Yang ku tau dia ibarat
klise – klise foto dalam album tua nyaris kusam yang senang mengusik
kekosonganku atau sadarku yang mengingat sesuatu. Ia kerap menjelma wajah tulus
dengan senyum termanis dan aku mengenalinya meski sesekali harus melupakannya
saat sesuatu menghentak akal sehatku juga hati dan perasaanku; pilu
Butuh waktu
yang lama untuk mendeskripsikannya, juga tenaga memilah dan mengesampingkannya.
Sebab aku sering tak sadar diri hingga meneteskan air mata, padahal pada saat
itu aku sedang tidak membaca novel yang menyedihkan atau film yang mengharukan.
Dan nyatanya memang butuh proses untuk mengenal bayang – bayang itu dalam wujud
abstraknya namun nampak indah pada masanya, meski akal yang kadang ikut
terjerembak dalam ketidak warasan olehnya. Senyum mengulum menjadi kecut, pasih
pada raut yang ceria sebab itu lah fase kebingungan yang selalu menandakan. Oh
tuhan rasaku ialah pemberiaanmu, ku kecap dengan semampuku. Maaf ku beri reaksi
berbagai rasa untuknya; senang sedih bingung atau apalah hanya bagian dari
ketidak tahuanku menjabarkannya
Dan tiba lah
aku pada satu titik terang di ujung perjalanku bersama bayang – bayang itu.
Lelah kah aku? Sepertinya tidak. Aku hanya ingin memilah masaku. Yah banyang –
bayang itu tak lain tak bukan adalah “masaku yang lalu” yang masih saja
mengusikku untuk mengenangnya, mengecap manisnya di waktu yang berbeda,
mengingat saatnya di waktu yang sudah tak sama. Ku sematkan nama “masa lalu”
untuknya, ku rasa tepat karena dia memang hanya ada di masaku yang lalu,
bersama raut itu yang susah hatam di fikiranku meski ingatanku nanti akan lupa,
aku yakin di setiap rongga – rongga otakku masih ada sebait tentangnya; aku
mengingatmu dalam kehampaan dalam hirup pikuk deru nafasku memburu waktu yang
kerap mendahuluiku.
Aku
mengingatmu dalam apa saja, namun usiklah aku hanya pada saat “aku ingin
memngingatmu saja”. Ini bukan berarti aku melupakanmu, namun sepahamku kau tlah
menjadi kenangan dan bukankah kenangan itu hanya untuk di simpan dalam kotak
ingatan dan nantinya hanya untuk di kenanga? Tenanglah, aku belajar banyak
darimu, sebab kau tlah menjadi sejarah dalam perjalanan hidupku ini dan tlah
banyak warna yang kau torehkan di dalamnya. Aku bahagia memilikimu meski kisah itu
tak seindah seperti dongeng – dongeng khayalanku. Aku mensyukuriny.
Aku pun
mulai menata sisi hidupku yang sepertinya tlah lama berantakan, mempermanisnya
dengan kisah – kisah baru. Aku mulai berjalan dari kediamanku selepas sesuatu
itu pergi, bukan berarti ada yang hilang hanya saja kita telah menemukan dua
ruas jalan di persimpangan dan pilihan menuntun kita pada yang terbaik. Aku
percaya itu, aku yakin yang terbaik selalu ada setelah kesedihan dan jika masih
ada sedih pasti sebentar lagi bahagia menyapa. Bukankah kita manusia biasa dan
tak sempurna? Dan semakin kita mencari yang sempurna maka semuanya akan buruk.
Aku mempelajari itu darimu bayang – bayang masa laluku.
Dan inilah
aku dengan segala kekurangan dan sedikit lebihku. Menyusuri sisa hidupku dan
masih bersama bayang – bayang ku di sebelah lain diriku menghadap ke mentari
juga bayang – bayang lain yang masih ku kenang hingga kapanpun. Aku terus
belajar berjalan, berjalan dan berjalan pada titian kehidupan yang telah tuhan
torehkan kepadaku. Aku berjalan dari kediamanku yang membisu, kemayaanku yang
terpisah oleh nyataku sekian lama hingga jauh nan jauh. Sejauh tapakanku mampu
menyusuri lika liku hamparan jalan di depan mata dan bingkisan masa lalu yang
selalu ku bawa sampai kapan pun itu. Aku tenang dalam doa – doa yang ku
rapalkan kepada-Nya. Hari – hari ku baru penuh celoteh dan haru , malamku yang
kelam tetap ku nikmati silih berganti kisah yang ku kecap menjelma lama
hadirkan baru lagi. Hingga kepercayaanku yang menuntunku pada apa saja yang
telah tergariskan untukku.