Rabu, 31 Desember 2014

penghujung tahun'14

Menikmati waktu dalam seduhan gembitan akhir tahun
Lamat-lamat dentuman merambah kelakar akhir malam
Bulan-bulan lama tlah tumbang, semi pada pucuk gemintang
Riuh kotaku berhiaskan kerlip
Nun apik tersemai ribuan pinta bermega
Terjarahlah kisahmu dalam cangkir dasawarsa
Di setiap teguk, untuk kenanganmu di tahun yg tlah berlalu
Bukankah ribuan cangkir kopi siap kau sajikan di tahun baru ini?
Berbahagialah di setiap seduhan berikutnya.

Selasa, 23 Desember 2014

Penjarahan waktu

Ingin ku kisahkan tentangmu, namun tentang apa?
Juga masih adakah yang 'kan berkenan mendengarkan ku, selepas mereka mencibir tentang sebuah pembodohan akan kisah bermajas indah namun sarat "imaji kotor", entahlah. Mungkin waktu yang mampu membahasakannya.

Aku berdiri di sisi ruas jalan perbatasan. Mematung, memperhatikan tiap lekak - lekuk tak penting itu, namun selalu saja menarik daya tarikku untuk menelisik "apa sebenarnya itu?". Dalam bayang - bayang ketakutanku akan beberapa hal yang bergelantungan akhir - akhir ini. Ketakutan apa itu? entahlah, mungkin waktu mampu membiaskannya.

Aku kikuk menjalani rutinitas ini. Seawam - awamnya kapas tersulut angin berhembus, masih lebih terasingkan Aku di dalam ranahku sendiri. aaah Bodoh! hahaha bisakah Aku menghela nafas senada dengan langkah gontai mereka? atau kerlingan itu, tolong jelaskan apa maksud 'kan itu. Mungkin waktu yang mampu, entahlah.

Aku mendesau dalam rinai hujan. Ku ulangi pembiasaan - biasaku kala dulu, meremah rintiknya dengan jemariku. Dan seperti biasa, ia selalu "curang". Mencari jalan pergi di sela - sela jemariku yang sungguh masih merindunya. Mereka selalu berceletuk aneh tentang hujan dan pembiasaanku, "Bukankah kau menyukainya? lantas mengapa kau hanya berdiam diri?". Ku jawab lirik "Aku Malas". Yaahh, kisah lain merambaku tentang kejenuhan yang seakan menitik di setiap desahanku. Apalah ini, mungkin waktu mampu menerkanya.

Aku lupa akan beberapa hal yang sering urung ku tuliskan karena aral memburu di setiap saat. Tentang segala hal; kepergian yang tiba - tiba oleh seorang sahabat, Limpahan Rahmat-Nya, hingga tentang apa saja itu yang hanya mampu ku eja menjadi satu kata atau kalimat, bahkan hanya sebatas di angan. Mengiang - ngiang hingga abstrak di ingatan. Buruk, kondisiku memburuk setelah ku memutuskan pergi dari Zona ternyamanku. Bukan ku "manja", hanya saja Zona terdahulu sudah di tumbuhi lumut - lumut ilusi yang kian berakar jika tak tanggap ku musnahkan. Namun bukan berarti Aku jahat 'kan itu, hanya saja "niat" yang menghantarkan ku hingga di detik ini " Melerai kisah, pergi 'tuk tidak membawanya sebagai bingkisan di masa transisiku. Aku beranjak, meski masih di rundung kisah - kisah melankolis itu". Ataukah Aku salah mengartikannya? entahlah, mungkin waktu berkenan menafsirkannya.

Aku sedang meniti Idealismeku. Meramunya bak potongan arca, meracik kehidupanku. Bukankah Aku sama dengan mereka, lahir dari ketiadaan dan bahagia dalam kemayaan yang riang oleh gemerlap masa tak dewasa. Aku terlalu bodoh, menghabiskan detik yang berharga untuk hal - hal yang lebih mendengarkan ajaran Setan. Aku terperangah oleh dialek sang apik pemuja kata. Aku, risih ketika orang - orang berkoar tentang pembebasan, sementara hidupnya masih terkekang zaman. lantas, siapa Nabiku untuk itu? Aku bagai sampan yang mengayuh sendiri. Selalu bersandar pada dermaga yang menjanjikan kebajikan, sebab Aku benar - benar tak tahu arah. Ke mana Cita dan cintaku 'kan ku labuhkan? Entahlah, waktu sepertinya tahu, tolong kabarkan secepetnya.

Aaaaah Tuhan. Bisa Aku menghakimi apa yang ku anggap salah di mataku? sebab Aku terlalu terkatung dalam ke Absurd ran suasana. Tak ada yang benar di hadapanku, mereka seakan baik untuk menanti kebodohanku 'tuk mempercayainya. Waktu, dentingkan lah padaku detik yang sesungguhnya. Agar tidak ku terperangah pada sosok yang sebenarnya bukan panutanku.

Seketika ruangku hening; kosong. Bukankah detik - detik ini yang tepat untuk mengertak waktu, juga kepercayaanku(?).