Serupa senja berenda aurora
petang itu
Dalam diam, tenggelamku di
tembangmu
Semilir angin memalingkan wajahmu
Serupa mawar yang ku nanti
disetiap tatapan
Menadah kelopaknya, “ adakah
untukku setangkai mawar merah?”
Senada derai hujan hari itu
Mencumbu rintiknya di ujung
jemari, berbagi kisah bahagia
Seindah pelangi merekah warna, ku
selipkan tanya
“Mengapa kau hadir hanya setelah
kesenduan saja?”
Berpayung mega kala kelabu,
bertitah manis pada cinta
Jikalau engkau lautan ialah aku penyelam itu, mencari palung hatimu
Andaikan kau recehan pinggir
jalan, akulah pengemis hinamu
Akulah sang jelata, membangun
acra di candi kasihmu
Dalam kegamanan aku menerkamu,
Mengeja aksaramu di setiap selir nadiku
Tahukah kau, “aku bergetar merindukanmu!”
Dalam getar getir larikmu,
terbersit tanyaku selalu
Mengilhami rasa, agar tak ada
cerita berelegi
Dan hati yang setia menyulam
renjana
Adakah nalarmu membaca, napasku
melemah kian pasrah!
Aku ingin seperti embun, menyapamu
sebelum pagi merenggutnya pergi
Atau semisal katun, menjaga
hangatmu hingga dingin membekukannya
Kala napas cinta samarkan asa,
haluan sampanku terhenti
Hadirmu semakin berarti sebagai
pelabuhan hati.
Di tengah persimpangan, nanar
rautmu melambaikan harap
Aku kecut, patah sayap – sayapku
untuk segera menyentuhmu
Terjerat kenistaanku pada
keindahaan purnama dua
Dan kau pun lelah menanti, pilu
berhamburan di kelam malam
Nampak redaian amarah dikening
itu, aku tlah mengecewakanmu!
Maaf.
Hingga sudah terlampau jauh aku
pergi,
Jalan terbata – bata; ingin
pulang, desahku
Aku bukan pengembara tanpa arah.
Aku hanya penyair yang ingin menggubah
sepi.
Berjanjilah mekar pagi ini,
mawarku!
Aku kumbang yang tersesat pada
jejak wangi yang kau tinggalkan
Lupakan segala perih yg pernah
ada, sayang.
Mari kita belajar mengeja sebuah
kata; Cinta
Di dalam munajatku, ada sebuah
nama; tak henti kubicarakan di hadapan-Nya.
Karena kisah cinta ‘kita’ adalah
doaku!
|
Sudut ruang nuraniku, Bantaeng 020514 00:10 |