Sabtu, 10 Mei 2014

Ingin Pulang

Nokta-ku rapuh di tengah jalan,
Terserempak getir menjuring nelangsa
Kumenoleh pada jejak yang tersamarkan
Ada secerca binar, kerontang di redup ilalang

Aku ingin ada di sana,
Di sebuah pantai nan biru, haru namun tak sendu
Yang selalu menolak kebisingan,
Hingga hanya ada suaraku dan
Ombak yang saling bertukar cerita; luka.

Seindah seruit jingga pada senja
Begitulah segala meraba dalam kelana
Dan di abadikan dalam kepiluan berklise kenangan
Jika tanyaku menyeruak, apa tak lagi senyum terkulum; kecut!

Aku di sini tertegun,
Masih menuliskan tentang arti 'sunyi'
Dimana malam mulai menuntut hati tuk mengajakmu menepi, segera

Menunggumu kembali, dirimu yang dulu
Aku menyulam benang takdir menjadi purnama di hadapmu
Kau lautan pasang yang mengombak menenggelamkanku.
Cinta melangit tanpa batas,
Meski detik jam memutar arah kiri lepas.
Di negeri anarki tak bermatahari,
Kaulah penggerus sinar hati, bertuah kasih; perih!

Jumat, 02 Mei 2014

22 Januari



Serupa senja berenda aurora petang itu
Dalam diam, tenggelamku di tembangmu
Semilir angin memalingkan wajahmu
Serupa mawar yang ku nanti disetiap tatapan
Menadah kelopaknya, “ adakah untukku setangkai mawar merah?”

Senada derai hujan hari itu
Mencumbu rintiknya di ujung jemari, berbagi kisah bahagia
Seindah pelangi merekah warna, ku selipkan tanya
“Mengapa kau hadir hanya setelah kesenduan saja?”

Berpayung mega kala kelabu, bertitah manis pada cinta
Jikalau engkau lautan  ialah aku penyelam itu, mencari palung hatimu
Andaikan kau recehan pinggir jalan, akulah pengemis hinamu
Akulah sang jelata, membangun acra di candi kasihmu

Dalam kegamanan aku menerkamu,
Mengeja  aksaramu di setiap selir nadiku
Tahukah kau, “aku bergetar merindukanmu!”
Dalam getar getir larikmu, terbersit tanyaku selalu
Mengilhami rasa, agar tak ada cerita berelegi
Dan hati yang setia menyulam renjana
Adakah nalarmu membaca, napasku melemah kian pasrah!

Aku ingin seperti embun, menyapamu sebelum pagi merenggutnya pergi
Atau semisal katun, menjaga hangatmu hingga dingin membekukannya
Kala napas cinta samarkan asa, haluan sampanku terhenti
Hadirmu semakin berarti sebagai pelabuhan hati.

Di tengah persimpangan, nanar rautmu melambaikan harap
Aku kecut, patah sayap – sayapku untuk segera menyentuhmu
Terjerat kenistaanku pada keindahaan purnama dua
Dan kau pun lelah menanti, pilu berhamburan di kelam malam
Nampak redaian amarah dikening itu, aku tlah mengecewakanmu!
Maaf.

Hingga sudah terlampau jauh aku pergi,
Jalan terbata – bata; ingin pulang, desahku
Aku bukan pengembara tanpa arah.
Aku hanya penyair yang ingin menggubah sepi.
Berjanjilah mekar pagi ini, mawarku!
Aku kumbang yang tersesat pada jejak wangi yang kau tinggalkan
Lupakan segala perih yg pernah ada, sayang.
Mari kita belajar mengeja sebuah kata; Cinta
Di dalam munajatku, ada sebuah nama; tak henti kubicarakan di hadapan-Nya.
Karena kisah cinta ‘kita’ adalah doaku!
Sudut ruang nuraniku, Bantaeng 020514 00:10