sering ku terbangun dari kekakuan
berlari dari kepalsuan sisi lain kehidupan
bagai bergurat lama dalam kuburan
meneguk jerit disela kepicisan
aku dan bayangan ini
masih serupa dengan kemarin
berbalut kain dua warna, tudung kepala hingga dada
sedang kaki mengukir jarak sambil menciumi kerikil masih sama
mata yang mencumbu debu, bahu yang memikul ilmu
pena yang mulai tumpul dan kertas seakan tlah dungu
dan raga yang selalu menunggu kereta untuk berlabu
belum berakhir, Hingga kecup Hening malam kembali berlagu
sementara jemu mulai memangsa asa
memaksa ingin untuk segera berkelana
mengusik kepenatan di sela ketenangan
resah menjamah jiwa liar tak terarah
jika bisa menelangsa berwindu sudah terpenjara
bergerilya dalam masa yang bertahta sejarah
hingga jengah ku tak pelak awal prahara
lalu kapan kebebasan menerpa dan jiwa muda berjaya?
kini aku muak serasa ingin muntah saja
jika hanya terbangun dan berbusana dua warna yang sama