Izinkan sekapur sirihku mampir di altar istanamu
Pada ruang yang selalu riuh oleh celoteh para prajurit itu
Meski dalam kejauhan
Izinkan salamku menyambangimu menuai rindu
Memantik nada – nada sederhana menjamah usiamu
Ku rapalkan pinta yang tersudut pada sepinya malamku
Hening wicaraku, meringkuk dalam – dalam wirid memohon kebajikan ‘tuk mu
Berdendang rumi, kembali waktu mempertemukan kita dalam cinta yang padu
Hingga Aku kembali bersua, pada ujung ingatanku mengenangmu
Pada rumah ke dua pelarian anak – anak aksaraku
Dari bayi, toh kebajikan kau cekoki kami dalam belaian
Aku yang bagai daun tak bertangkai, kau punguti lalu ajari arti kehidupan
Hingga lahir kembali dari kandungan ibu ke dua yang maha baik pula
Aahh! Aku kian melankolis saja untuk mengisahkanmu.
Pada pilar ke - 5 penyokongmu hari ini
Terlantar pada samudra pengasinganku,
Izinkanlah sebuah prolog usang ini
Bertandang di tanah tua mu
Semoga berkenan,
Satu aminku atas segala pengharapan untukmu.
Makassar, 1 Maret 2015
Hening wicaraku, meringkuk dalam – dalam wirid memohon kebajikan ‘tuk mu
Berdendang rumi, kembali waktu mempertemukan kita dalam cinta yang padu
Hingga Aku kembali bersua, pada ujung ingatanku mengenangmu
Pada rumah ke dua pelarian anak – anak aksaraku
Dari bayi, toh kebajikan kau cekoki kami dalam belaian
Aku yang bagai daun tak bertangkai, kau punguti lalu ajari arti kehidupan
Hingga lahir kembali dari kandungan ibu ke dua yang maha baik pula
Aahh! Aku kian melankolis saja untuk mengisahkanmu.
Pada pilar ke - 5 penyokongmu hari ini
Terlantar pada samudra pengasinganku,
Izinkanlah sebuah prolog usang ini
Bertandang di tanah tua mu
Semoga berkenan,
Satu aminku atas segala pengharapan untukmu.
Makassar, 1 Maret 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar