Senin, 23 Juni 2014

Bismillah, Aku memulainya..


Bismillahi Rahmanirahim, ku hela nafas untuk kesekian kalinya

Dengan bayang - bayang yang masih itu - itu saja, dejavu kah ini? atau otak-ku memang yang telah terprogram hanya memikirkan hal – hal sebatas itu saja? Ah! Sepertinya aku kian terlalu bodoh untuk memikirkan akan hal itu. Lalu? Seseorang;  siapa pun tolong jelaskan semuanya..

Kita manusia, secara nyata baik buruknya memang selalu di rundung bayang – bayang, yah bukankah kita memang memiliki bayangan masing – masing? Semisal saaat kita berdiri di tengah terik mentari sosok hitam menyerupai kita selalu ada berdiri kokoh di sisi lain diri kita juga mengarah ke matahari, entah itu efek sinar mentari ataukan memang seperti itu. Lantas apakah risih jika bayang itu laksana hantu yang selalu mebuntuti kita, meski tak sering kita memikirkannya karna aku pun merasa itu tak penting.

Hingga bayangan lain kerap hadir di beberapa sesi hari – hari kita. Yah kita, bukan cuma aku; ku rasa begitu. Bayangan seperti apa yang ku maksud? Nah, itulah letak keganjilannya. Di satu sisi kita memang memiliki bayangan lain, terlepas dari bayangan diri kita sendiri. Lalu di lain sisi kita kerap berbeda dalam menjelmakan bayangan itu (banyangan ke-2), mari ku kisahkan sepenggal tentang bayangan milikku, yang kurasa sebahagian dari kalian juga memiliki konsep banyangan yang sama hanya saja rupa yang membedakan..

Bayanganku ada di sisi lain diriku, nampak jelas saat sinar mentari menyorotnya, bukankah begitu? Yah kita sudah mengiyakan akan itu. Lalu bayang – bayang yang lain juga tak kalah hebatnya, ia mampu menjelma apa saja dan hinggap di apapun itu semisal pada “fikiran dan hati”. Aku manamakannya bayang – bayang sebab kapan pun itu, hanya itu yang kerap terlintas, ia seakan tersimpan rapi dalam kotak mati ingatanku juga terselip di beberapa lembaran kisah kasih rasaku. Meski ia tak banyak hanya dalam satu rupa namun dia selalu datang dengan beraneka wujud.  Lalu tepatnya ini apa? Entahlah, tak banyak alasan untuk menjelaskannya. Aku saja tak punya banyak alasan untuk itu, kecuali ribuan tanya dan hanya bisa menikmatinya. Yang ku tau dia ibarat klise – klise foto dalam album tua nyaris kusam yang senang mengusik kekosonganku atau sadarku yang mengingat sesuatu. Ia kerap menjelma wajah tulus dengan senyum termanis dan aku mengenalinya meski sesekali harus melupakannya saat sesuatu menghentak akal sehatku juga hati dan perasaanku; pilu

Butuh waktu yang lama untuk mendeskripsikannya, juga tenaga memilah dan mengesampingkannya. Sebab aku sering tak sadar diri hingga meneteskan air mata, padahal pada saat itu aku sedang tidak membaca novel yang menyedihkan atau film yang mengharukan. Dan nyatanya memang butuh proses untuk mengenal bayang – bayang itu dalam wujud abstraknya namun nampak indah pada masanya, meski akal yang kadang ikut terjerembak dalam ketidak warasan olehnya. Senyum mengulum menjadi kecut, pasih pada raut yang ceria sebab itu lah fase kebingungan yang selalu menandakan. Oh tuhan rasaku ialah pemberiaanmu, ku kecap dengan semampuku. Maaf ku beri reaksi berbagai rasa untuknya; senang sedih bingung atau apalah hanya bagian dari ketidak tahuanku menjabarkannya

Dan tiba lah aku pada satu titik terang di ujung perjalanku bersama bayang – bayang itu. Lelah kah aku? Sepertinya tidak. Aku hanya ingin memilah masaku. Yah banyang – bayang itu tak lain tak bukan adalah “masaku yang lalu” yang masih saja mengusikku untuk mengenangnya, mengecap manisnya di waktu yang berbeda, mengingat saatnya di waktu yang sudah tak sama. Ku sematkan nama “masa lalu” untuknya, ku rasa tepat karena dia memang hanya ada di masaku yang lalu, bersama raut itu yang susah hatam di fikiranku meski ingatanku nanti akan lupa, aku yakin di setiap rongga – rongga otakku masih ada sebait tentangnya; aku mengingatmu dalam kehampaan dalam hirup pikuk deru nafasku memburu waktu yang kerap mendahuluiku. 

Aku mengingatmu dalam apa saja, namun usiklah aku hanya pada saat “aku ingin memngingatmu saja”. Ini bukan berarti aku melupakanmu, namun sepahamku kau tlah menjadi kenangan dan bukankah kenangan itu hanya untuk di simpan dalam kotak ingatan dan nantinya hanya untuk di kenanga? Tenanglah, aku belajar banyak darimu, sebab kau tlah menjadi sejarah dalam perjalanan hidupku ini dan tlah banyak warna yang kau torehkan di dalamnya. Aku bahagia memilikimu meski kisah itu tak seindah seperti dongeng – dongeng khayalanku. Aku mensyukuriny.

Aku pun mulai menata sisi hidupku yang sepertinya tlah lama berantakan, mempermanisnya dengan kisah – kisah baru. Aku mulai berjalan dari kediamanku selepas sesuatu itu pergi, bukan berarti ada yang hilang hanya saja kita telah menemukan dua ruas jalan di persimpangan dan pilihan menuntun kita pada yang terbaik. Aku percaya itu, aku yakin yang terbaik selalu ada setelah kesedihan dan jika masih ada sedih pasti sebentar lagi bahagia menyapa. Bukankah kita manusia biasa dan tak sempurna? Dan semakin kita mencari yang sempurna maka semuanya akan buruk. Aku mempelajari itu darimu bayang – bayang masa laluku.

Dan inilah aku dengan segala kekurangan dan sedikit lebihku. Menyusuri sisa hidupku dan masih bersama bayang – bayang ku di sebelah lain diriku menghadap ke mentari juga bayang – bayang lain yang masih ku kenang hingga kapanpun. Aku terus belajar berjalan, berjalan dan berjalan pada titian kehidupan yang telah tuhan torehkan kepadaku. Aku berjalan dari kediamanku yang membisu, kemayaanku yang terpisah oleh nyataku sekian lama hingga jauh nan jauh. Sejauh tapakanku mampu menyusuri lika liku hamparan jalan di depan mata dan bingkisan masa lalu yang selalu ku bawa sampai kapan pun itu. Aku tenang dalam doa – doa yang ku rapalkan kepada-Nya. Hari – hari ku baru penuh celoteh dan haru , malamku yang kelam tetap ku nikmati silih berganti kisah yang ku kecap menjelma lama hadirkan baru lagi. Hingga kepercayaanku yang menuntunku pada apa saja yang telah tergariskan untukku.


Tidak ada komentar: